EMBRIOLOGI
VETERINER
“SPERMATOGENESIS PADA MAMALIA’’
1.
BAIQ INDAH PRATIWI (1609511001)
2.
IDA AYU GINTAN ARISTI KURNIA (1609511002)
3.
NI KADEK DEVI CAHYANI (1609511004)
4.
NUR AINUN (1609511008)
5.
MARIA FELISIANA ULE (1609511010)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat dan berkat-Nya yang diberikan kepada kelompok kami, sehingga kelompok
kami dapat menyelesaian paper ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Spermatogenesis adalah proses
dimana spermatogonia berkembang menjadi spermatosit, tahap masak dari spermatosit yang akan menghasilkan spermatid
dengan jumlah kromosom berkurang (haploid), spermiogenesis merupakan proses
transformasi dari spermatid menjadi spermatozoa.
Spermatogenesis dimulai dengan pertumbuhan spermatogonium menjadi
sel-sel yang lebih besar yang kemudian disebut sebagai spermatosit
primer. Sel-sel ini membelah (pertama secara mitosis) menjadi
dua spermatosit sekunder yang sama besar, yang kemudian mengalami
pembelahan meiosis menjadi empat spermatid yang sama besar
pula. Spermatid ini yaitu sebuah sel
bundar dengan sejumlah besar protoplasma, yang
merupakan gamet dewasa dengan jumlah
kromosom haploid.
Beberapa tipe sel dalam tahap perubahan bentuk telah
ditentukan menjadi sebuah daur perubahan sel. Sebanyak 14 tahap perubahan sel
telah diketahui pada beberapa spesies, dimana hanya terdapat 6 tahap yang
diketahui pada manusia. Pada sapi, sebanyak 12 tahap perubahan telah
dijelaskan. Tahap spermiogenesis digunakan untuk mengklasifikasikan beberapa
tahap daur.
Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan sebuah
daur ephitelium seminiferous bergantung pada masing-masing spesies.
Lamanya waktu yang diperlukan adalah 9 hari pada babi, 10 hari pada kambing, 12
hari pada kuda, dan 14 hari pada sapi. Perjalanan spermatozoa melewati
epididimis tergantung pada tempat kontraksi dinding saluran. Spermatozoa
diangkut melalui epididimis dalam waktu kira-kira 7 hari pada sapi.
Waktu transit sperma mungkin berkurang 10-20% seiring
meningkatnya frekuensi ejakulasi. Bagian utama tempat penyimpanan sperma
pada organ reproduksi jantan berada pada ekor epididimis, dimana ekor
epididimis mengandung 70% dari jumlah total spermatozoa, sebaliknya vas
deferens hanya mengandung 2%
1.2 TUJUAN PENULISAN
1.2.1 Agar
mahasiswa dapat mengetahui pengertian
dari spermatogenesis pada mamalia.
1.2.2 Agar
mahasiswa dapat mengetahui proses
spermatogenesis pada mamalia.
1.2.3 Agar
mahasiswa dapat mengetahui
tahap-tahap spermatogenesis pada mamalia.
1.2.4 Agar
mahasiswa dapat mengetahui
struktur sperma pada mamalia.
1.2.5 Agar
mahasiswa dapat mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi spermatogenesis pada mamalia.
1.3 MANFAAT PENULISAN
1.3.1
Mahasiswa dapat mengetahui pengertian
dari spermatogenesis pada
mamalia
1.3.2 Mahasiswa dapat mengetahui proses
spermatogenesis pada mamalia.
1.3.3 Mahasiswa dapat mengetahui tahap-tahap
spermatogenesis pada mamalia.
1.3.4 Mahasiswa dapat mengetahui struktur sperma
pada mamalia.
1.3.5 Mahasiswa dapat mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi spermatogenesis pada mamalia.
BAB II
MATERI DAN METODE
2.1 Teknik Pngumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang diupayakan
yaitu untuk memperoleh hasil karya tulis yang maksimal melaui penelusuran
artikel ilmiah, jurnal, text book dan berbagai referensi terkait untuk
menunjang materi dari karya tulis ini.
2.2 Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data yang digunakan adalah mentabulasi data,
memilah-milah data menjadi data yang siap disajikan dan kemudian di analisis
sesuai dengan kebutuhan.
2.3 Capaian Yang Diharapkan
Sebagai
mahasiswa kami berharap melalui pembuatan karya tulis ini dapat memberikan
pengetahuan kepada pembaca mengenai Spermatogenesis pada Mamalia dan dapat
dimanfaatkan sebagaimana mestinya.
BAB III
HASIL DAN
PEMBAHASAN
3.1. Pengertian Spermatogenesis
Spermatogenesis adalah proses pembentukan dan pemasakan spermatozoa.
Peralihan dari bakal sel kelamin yang aktif membelah ke sperma yang masak serta
mengalami berbagai macam perubahan struktur yang berlangsung secara berurutan.
Spermatogenesis berlangsung pada tubulus seminiferus. Dinding tubulus
seminiferus terdiri dari jaringan epitel dan jaringan ikat, pada jaringan
epithelium terdapat sel–sel spermatogonia dan sel sertoli yang berfungsi
memberi nutrisi pada spermatozoa. Selain itu pada tubulus seminiferus terdapat
pula sel leydig yang mensekresikan hormone testosterone yang berperan pada
proses spermatogenesis.
Menurut O’day (2002),
spermatogenesis adalah proses perkembangan dari sel germinatif yaitu sel
spermatogonia menjadi spermatozoa. Proses spermatogenesis yng terjadi di dalam
testis tepatnya di dalam tubuli seminiferi ini dibagi ke dalam tiga fase: (1)
spermatositogenesis, yaitu proses perubahan spermatogonia menjadi spermatosit,
(2) meiosis, tahap masak dari spermatosit yang menghasilkan spermatid dengan
jumlah kromosom yang berkurang (haploid), dan (3) spermiogenesis, proses
perubahan spermatid menjadi spermatozoa (Dellman & Brown 1976; Ownby 1999).
Proses spermatogenesis
terjadi secara berkesinambungan dan terus menerus. Tahapan spermatogenesis ini
dapat teridentifikasi secara mikroskopis. Beberapa penelitian menggolongkan
tahapan spermatogenesis secara morfologis pada manusia dan beberapa spesies
hewan (Kerr & Kretser 1988), misalnya pada manusia terdiri dari 6 tahap,
pada kera 12 tahap, tikus 14 tahap, dan babi 8 tahap.
Secara umum proses
spermatogenesis sama pada semua hewan mamalia (Sharpe 1994). Tahapan
spermatogenesis dapat dibedakan berdasarkan, ciri khas dari perkembangan
spermatogonia dan aspek morfologi dari sel germinatif setiap tahap
spermatogenesis. Selain itu, kriteria utama untuk membedakan tahapan
spermatogenesis terletak pada karekteristik morfologi spermatid, letak inti dan
sistem akrosomik (Russel et al. 1990).
Spermatogenesis
mencakup pematangan sel epitel germinal melalui proses pembelahan dan
diferensiasi sel, yang bertujuan untuk membentuk sperma fungsional. Pematangan
sel terjadi di tubulus seminiferus yang kemudian disimpan di epididimis.
Dinding tubulus seminiferus tersusun dari jaringan ikat dan jaringan epitelium
germinal (jaringan epitelium benih) yang berfungsi pada saat spermatogenesis.
Pintalan-pintalan tubulus seminiferus terdapat di dalam ruang-ruang testis
(lobulus testis). Satu testis umumnya mengandung sekitar 250 lobulus testis.
Tubulus seminiferus terdiri dari sejumlah besar sel epitel germinal (sel epitel
benih) yang disebut spermatogonia. Spermatogonia terletak di antara
dua sampai tiga lapisan luar sel-sel epitel tubulus seminiferus. Spermatogonia
terus-menerus membelah untuk memperbanyak diri, sebagian dari spermatogonia berdiferensiasi
melalui tahap-tahap perkembangan tertentu untuk membentuk sperma.
Spermatogenesis adalah
suatu siklus yang teratur dimana spermatogonia diploid akan berkembang menjadi
spermatozoa haploid dewasa. Proses ini terdiri atas tahapan-tahapan yang
berbeda (Leblond & Clermont 1952). Menurut Franca et al. (1999),
untuk mengetahui tahapan siklus epitel seminiferus dapat dilihat dari keadaan
tubuli seminiferi antara lain melalui ukuran inti spermatid, kehadiran
pembelahan meiosis dan komposisi epitel seminiferus secara keseluruhan.
Tabel 1. Kinetik Spermatogenesis
3.2. Proses Spermatogenesis
Proses
Pembentukan Spermatozoa (Spermatogenesis)- Spermatogenesis
merupakan proses pembentukan dan pematangan spermatozoa (sel benih pria).
Spermatogenesis dimulai dengan pertumbuhan spermatogonium menjadi sel yang
lebih besar disebut spermatosit primer. Sel-sel ini membelah secara mitosis
menjadi dua spermatosit sekunder yang sama besar, kemudian mengalami pembelahan
meiosis menjadi empat spermatid yang sama besar. Spermatid adalah sebuah sel
bundar dengan sejumlah besar protoplasma dan merupakan gamet dewasa dengan
sejumlah kromosom haploid. Proses ini berlangsung dalam testis (buah zakar) dan
lamanya sekitar 72 hari. Proses spermatogenesis sangat bergantung pada
mekanisme hormonal tubuh.
Spermatozoa ( sperma)
yang normal memiliki kepala dan ekor, di mana kepala mengandung materi genetik
DNA, dan ekor yang merupakan alat pergerakan sperma. Sperma yang matang
memiliki kepala dengan bentuk lonjong dan datar serta memiliki ekor
bergelombang yang berguna mendorong sperma memasuki air mani. Kepala sperma
mengandung inti yang memiliki kromosom dan juga memiliki struktur yang
disebut akrosom. Akrosom mampu menembus lapisan jelly yang
mengelilingi telur dan membuahinya bila perlu. Sperma diproduksi oleh organ
yang bernama testis dalam kantung zakar. Hal ini menyebabkan testis terasa
lebih dingin dibandingkan anggota tubuh lainnya. Pembentukan sperma berjalan
lambat pada suhu normal, tapi terus-menerus terjadi pada suhu yang lebih rendah
dalam kantung zakar.
Pada tubulus seminiferus
testis terdapat sel-sel induk spermatozoa atau spermatogonium. Selain itu juga
terdapat sel Sertoli yang berfungsi memberi makan spermatozoa juga sel Leydig
yang terdapat di antara tubulus seminiferus. Sel Leydig berfungsi menghasilkan
testosteron.
Spermatogonium
berkembang menjadi sel spermatosit primer. Sel spermatosit primer bermiosis menghasilkan
spermatosit sekunder. Spermatosit sekunder membelah lagi menghasilkan
spermatid. Spermatid berdeferensiasi menjadi spermatozoa masak. Bila
spermatogenesis sudah selesai, maka ABP (Androgen Binding
Protein) testosteron tidak diperlukan lagi, sel Sertoli akan
menghasilkan hormon inhibin untuk memberi umpan balik kepada hiposis agar
menghentikan sekresi FSH dan LH.
Kemudian spermatozoa
akan keluar melalui uretra bersama-sama dengan cairan yang dihasilkan oleh
kelenjar vesikula seminalis, kelenjar prostat, dan kelenjar Cowper. Spermatozoa
bersama cairan dari kelenjar-kelenjar tersebut dikenal sebagai semen atau air
mani. Pada waktu ejakulasi, seorang laki-laki dapat mengeluarkan 300 – 400 juta
sel spermatozoa. Pada laki-laki, spermatogenesis terjadi seumur hidup dan
pelepasan spermatozoa dapat terjadi setiap saat.
Pada akhir proses,
terjadi pertumbuhan dan perkembangan atau diferensiasi yang rumit, tetapi bukan
pembelahan sel, yaitu mengubah spermatid menjadi sperma yang fungsional.
Nukleus mengecil dan menjadi kepala sperma, sedangkan sebagian besar sitoplasma
dibuang. Sperma ini mengandung enzim yang memegang peranan dalam menembus
membran sel telur.
Spermatogenesis terjadi
secara diklik di semua bagian tubulus seminiferus. Di setiap satu bagian tubulus,
berbagai tahapan tersebut berlangsung secara berurutan. Pada bagian tubulus
yang berdekatan, sel cenderung berada dalam satu tahapan lebih maju atau lebih
dini. Pada manusia, perkembangan spermatogonium menjadi sperma matang
membutuhkan waktu 16 hari. Spermatogenesis dipengaruhi oleh hormon
gonadotropin, Follicle Stimulating Hormone (FSH), Luteinizing
hormone (LH), dan hormon testosteron.
Sudah dijelaskan
sebelumnya bahwa sperma diproduksi oleh tubulus seminiferus. Hal
yang mengagumkan dari kerja tubulus seminiferus ini adalah mampu memproduksi
sperma setiap hari sekitar 100 juta spermatozoa. Jumlah yang normal spermatozoa
berkisar antara 35 – 200 juta, tetapi mungkin pada seseorang hanya memproduksi
kurang dari 20 juta, maka orang tersebut dapat dikatakan kurang subur. Biasanya
faktor usia sangat berpengaruh terhadap produksi sperma. Seorang laki-laki yang
berusia lebih dari 55 tahun produksi spermanya berangsur-angsur menurun. Pada
usia di atas 90 tahun, seseorang akan kehilangan tingkat kesuburan.
Selain usia, faktor lain
yang mengurangi kesuburan adalah frekuensi melakukan hubungan kelamin.
Seseorang yang sering melakukan hubungan kelamin akan berkurang kesuburannya.
Hal ini disebabkan karena sperma belum sempat dewasa sehingga tidak dapat
membuahi sel telur. Berkebalikan dengan hal itu, apabila sperma tidak pernah
dikeluarkan maka spermatozoa yang telah tua akan mati lalu diserap oleh tubuh.
3.3. Tahap-Tahap Spermatogenesis
Proses
pembentukan sperma dipengaruhi oleh beberapa hormon yang dihasilkan oleh
kelenjar hipofisis yaitu LH dan FSH. Fungsi LH (Luteinizing Hormone) adalah
untuk merangsang sel leydig untuk menghasilkan hormon testosteron. Sedangkan
fungsi FSH (Folicle Stimulating Hormone) adalah untuk merangsang sel sertoli
untuk menghasilkan ABP (Androgen Binding Protein). Fungsi ABP adalah untuk
memacu spermatogonium untuk memulai proses spermatogenesis. Berikut
adalah 5 tahap pembentukan sperma :
1.
Spermatositogenesis
Spermatositogenesis adalah
pembentukan gametositogenesis yang memengaruhi pembentukan spermatosit yang
mengandung setengah dari materi genetik. Dalam proses ini terjadi pembelahan
spermatogonium hingga menjadi spermatid. Proses ini terdiri dari dua tahap yaitu
mitosis dan meiosis. Mitosis adalah pembelahan spermatogonium sehingga menjadi
spermatosit primer. Sedangkan meiosis adalah pembelahan spermatosit primer
menjadi spermatid.
Setiap bagian sel pada spermatid
belum sempurna. Sel-sel tersebut masih terhubung satu sama lain oleh jembatan sitoplasma supaya dapat berkembang. Tidak
semua spermatogonia (spermatogonium) membelah menjadi spermatosit. Beberapa
spermatogonia akan keluar dan membelah untuk memproduksi spermatogonia yang
lain.
2.
Spermatidogenesis
Spermatidogenesis adalah pembentukan
spermatid (haploid) dari spermatosit sekunder melalui meiosis II.
3.
Spermiogenesis
Spermiogenesis adalah peristiwa
perubahan spermatid menjadi spermatozoa muda. Selama proses spermiogenesis,
spermatid akan membentuk “ekor” dengan menumbuhkan mikrotubulus pada salah satu sentriol. “Ekor” tersebut akan berubah
menjadi aksonema. Bagian depan ekor (bagian tengah sperma. Disebut midpiece)
tampak lebih tebal karena mitokondria terdapat dibagian sana untuk
menghasilkan energi bagi sperma. DNA juga dimasukkan ke dalam spermatid hingga menjadi
kental. Badan golgi mengelilingi nukleus dan menjadi
akrosom.
4. Maturasi
Proses
maturasi (pematangan) dipengaruhi oleh testosteron. Dalam maturasi, sitoplasma
dan beberapa organel yang tidak berguna dihilangkan. Sitoplasma yang telah
menjadi resido mengalami fagositosis oleh sel sertoli di dalam testis.
Hasilnya, spermatozoa menjadi dewasa namun belum matang. Spermatozoa dewasa
dikeluarkan dari sel sertoli yang sangat steril menunju tubulus seminiferus.
5. Spermiasi
Spermiasi adalah proses pelepasan
spermatozoa dewasa dari sel sertoli menuju lumen tubulus seminiferus dan
selanjutnya menuju epididimis. Spermatozoa dewasa belum memiliki kemampuan
bergerak sendiri (non-motil) sehingga pergerakan menuju epididimis harus
dibantu dengan cairan testikuler hasil sekresi sel sertoli dan gerakan peristaltik
dari otot peritubuler yang terdapat di tubulus seminiferus.
Di epididimis, tahap maturasi
kembali berlanjut. Ketika di epididimis, terjadi proses pematangan spermatozoa.
Spermatozoa juga menjadi motil sehingga dapat bergerak sendiri melalui “ekor”nya.
Hasilnya spermatozoa menjadi sperma matang dan siap digunakan dalam proses
fertilisasi.
Gambar.
Spermatogenesis
3. 4
Struktur dan Jalur Sperma Matang
a. Struktur
sperma matang terdiri dari:
1. Kepala
Pada bagian
ini sperma mengandung suatu lapisan tipis sitoplasma dan sebuah inti berbentuk
lonjong dan hampir mengisi seluruh bagian dari kepala sperma. Pada bagian
belakang terdapat sentriol. Serta bagian
ini juga mempunyai inti sel yang mempunyai arti penting dalam masalah
reproduksi. Pada
bagian ini terdapat inti sel. Di bagian kepala ini terdapat 22 kromosom tubuh
dan 1 kromosom kelamin yaitu kromosom Xatau Y, kromosom X untuk membentuk
kelamin betina, sedangkan kromosom Y untuk membentuk kelamin jantan. Kromosom Y
inilah nantinya yang akan menentukan jenis kelamin pada janin. Bagian
kepala dilengkapi dengan acrosome yang memiliki enzim hydrolytic yang
terdiri dari:
Ø Hialuronidase
merupakan enzim yang dapat melarutkan hialuronid pada korona radiata ovum,
sehingga spermatozoon dapat menembus dan membuahi ovum.
Ø Sementara
akrosin merupakan enzim protease yang dapat menghancurkan glikoprotein yang
terdapat di zona pellusida ovum.
2. Leher
Daerah ini merupakan bagian
penting yang mengandung sentriol depan dan bagian depan filament
poros. Leher yaitu untuk menghubungkan kepala dengan badan.
3.Badan
Bagian badan
dari sperma mengandung filament poros mitokondria dan sentriol belakang
berbentuk cincin, sehingga sering disebut bagian badan ini sebagai tenaga pusat
sperma karena mitokondria memiliki enzim yang menggerakkan asam trikakboksilat
dan transport elektron serta fosfolirasi oksidatif, yang menghasilkan energi
dalam bentuk ATP.Bahan bakar dalam pembentukan energi ini adalah fruktosa.
4. Ekor
Ekor sperma memeiliki 2 bagian :
bagian utama dan bagian ujung. Ekor ini mengandung banyak sekali filament
poros/flagellum tetapi sedikit mengandung sitoplasma. Terdapat 2 sentriol
terletak di bagian tengah dari fibril-fibril yang seperti silia tersebar dalam
ekor dan dikelilingi oleh cincin yang terdiri dari 9 pasangan fibril perifer.
Fibril ini berfungsi menimbulkan gerakan ekor sperma. Ekor berfungsi untuk
mendorong spermatozoa masuk ke dalam vas deferen dan ductus ejakulotoris.
b. Jalur Sperma
Berikut
adalah penjelasan mengenai jalur sperma yang telah matang:
Dari testis
kiri dan kanan, sperma bergerak ke dalam epididimis (suatu saluran berbentuk
gulungan yang terletak di puncak testis menuju ke testis belakang bagian bawah)
dan disimpan di dalam epididimis sampai saat terjadinya ejakulasi. Jadi
epididimis ini agar sperma menjadi matang / mature sehingga siap bergerak ke
vas deferens. Dari epididimis, sperma bergerak ke vas deferens dan duktus
ejakulatorius. Di dalam duktus ejakulatorius, cairan yang dihasilkan oleh
vesikula seminalis , kelenjar prostata dan bulbo uretra ditambahkan pada sperma
sehinngga sperma dinamai dengan semen (benih), yang kemudian mengalir menuju ke
uretra dan dikeluarkan ketika ejakulasi.
Gambar Struktur sperma
Gambar bentuk-bentuk
sperma hewan
3.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Spermatogenesis
Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi spermatogenesis, yaitu :
1.
Suhu
Dalam
pembentukan sperma, suhu yang paling efesien adalah 33,5oC (lebih
rendah dari suhu tubuh). Jika terjadinya peningkatan suhu yang berlebihan di
dalam testis bisa menyebabkan berkurangnya jumlah sperma, berkurangnya
pergerakan sperma dan meningkatkan jumlah sperma yang abnormal.
2.
Varikokel
Varikokel
merupakan varises (pelebaran vena) yang terjadi di dalam skrotum. Penyebab
varikokel belum dapat dipastikan, namun dipercaya muncul akibat adanya kelainan
pada pembuluh vena yang menyebabkan terjadinya penumpukan darah dan menimbulkan
pembengkakan pada scrotum. Varikokel dapat mengurangi laju pembentukan sperma.
3.
Pemakaian obat-obatan (misalnya simetidin,
spironolakton dan nitrofurantoin) dapat mempengaruhi jumlah sperma.
4.
Penyakit serius pada testis atau penyumbatan atau
tidak adanya vas deferens (kiri dan kanan) bisa menyebabkan azospermia (tidak
terbentuknya sperma).
5. Faktor-faktor
lain yang mempengaruhi spermatogenesis adalah hormon, umur, berat badan,
kesehatan, makanan, iklim dan keturunan.
Dalam proses pembentukan sel gamet,
hormon sangat diperlukan karena dengan adanya hormon semua proses akan
berlangsung dengan baik, tetapi jika ada masalah dengan hormon, proses
pembentukan spermatozoa akan terganggu. Berikut
beberapa hormon yang berperan dalam proses pembentukan spermatozoa, yaitu :
1. LH
(Luteinizing Hormone)
LH
(Luteinizing Hormone) merupakan hormon yang dihasilkan oleh
kelenjar hipofisis anterior yang merangsang sel Leydig untuk menghasilkan hormon
testosteron. Pada masa pubertas, androgen / testosteron memacu tumbuhnya sifat
kelamin sekunder.
2. FSH (Folicle
Stimulating Hormone)
FSH (Folicle
Stimulating Hormone) merupakan hormon merangsang sel Sertoli untuk menghasilkan
ABP (Androgen Binding Protein) yang akan memacu spermatogonium untuk memulai
proses spermatogenesis. Proses pemasakan spermatosit menjadi spermatozoa
disebut spermiogenesis. Spermiogenesis terjadi di dalam epididimis dan
membutuhkan waktu selama 2 hari.
3. Hormon
Testosteron
Hormon
testosteron (androgen) merupakan hormon yang dihasilkan oleh testis.
Hormon ini berfungsi merangsang perkembangan organ seks primer pada saat embrio
dan mendorong spermatogenesis. Hormon ini penting bagi tahap
pembelahan sel-sel germinal untuk membentuk sperma, terutama pembelahan meiosis
untuk membentuk spermatosit sekunder. Selain itu, testosteron bertanggung
jawab terhadap pertumbuhan seks dan ciri kelamin sekunder. Produksinya
dipengaruhi oleh FSH (Follicle
Stimulating Hormone).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2008.
Struktur Sperma. http://biodea.blogspot.
Anonim.2012.
Struktur Sperma. http://likebiology.blogspot.
Djuwita
I, Boediono A, Mohamad K. 2000. Bahan Kuliah Embriologi. Laboratorium
Embriologi. Bagian Anatomi. Fakultas kedokteran Hewan. Institut pertanian
Bogor. Bogor.
O’Day
DH. 2002. Formation of Male Sex Cells : Spermatogenesis. University of
Toronto. Mississauga.
Partodiharjo,
Soebadi. 1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta : Mutiara Sumber Widya.
Toelihere,
Mozes R. 1977. Fisiologi Reproduksi Hewan Ternak. Bandung: Angkasa.
Salisbury, G. W. dan Van Denmark, N.
L. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada
Sapi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sharpe
RM. 1994. Regulation of spermatogenesis. In: Knobil, E. and Neil, J.D.
(eds), The physiology of reproduction. Raven Press. New York. Pp:
1363–1434.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar