Jumat, 29 Desember 2017

embriologi veteriner : spermatogenesis

EMBRIOLOGI VETERINER
 “SPERMATOGENESIS PADA MAMALIA’’
OLEH :
KELAS A, KELOMPOK 1

1.      BAIQ INDAH PRATIWI                                                           (1609511001)
2.      IDA AYU GINTAN ARISTI KURNIA                        (1609511002)
3.      NI KADEK DEVI CAHYANI                                       (1609511004)
4.      NUR AINUN                                                                   (1609511008)
5.      MARIA FELISIANA ULE                                             (1609511010)




LABORATORIUM EMBRIOLOGI VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2017




KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan berkat-Nya yang diberikan kepada kelompok kami, sehingga kelompok kami dapat menyelesaian paper ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Paper ini berisi tentang “Spermatogenesis Pada Mamalia” yang dipelajari pada mata kuliah Embriologi Veteriner. Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada para pembaca dan manfaat bagi pembaca.
Kelompok kami menyadari bahwa makalah ini masih kurang sempurna. Oleh karena itu kami membutuhkan kritik dan saran dari pembaca untuk dapat membangun tercapainya suatu kesempurnaan dalam menambah wawasan kita bersama. Untuk itu saya mengucapkan terimakasih kepada para pembaca dan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.



Denpasar , 10 Oktober 2017



Tim Penulis










           


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG
Spermatogenesis adalah proses dimana spermatogonia berkembang menjadi spermatosit, tahap masak dari spermatosit yang akan  menghasilkan spermatid dengan jumlah kromosom berkurang (haploid)spermiogenesis merupakan proses transformasi dari spermatid menjadi spermatozoa.
Spermatogenesis dimulai dengan  pertumbuhan spermatogonium menjadi sel-sel yang lebih besar yang kemudian disebut  sebagai spermatosit primer. Sel-sel ini membelah (pertama secara mitosis) menjadi dua spermatosit sekunder yang sama besar, yang kemudian mengalami pembelahan meiosis menjadi empat spermatid yang sama besar pula. Spermatid  ini  yaitu  sebuah  sel  bundar  dengan  sejumlah  besar  protoplasma, yang  merupakan  gamet  dewasa  dengan jumlah  kromosom  haploid.
Beberapa tipe sel dalam tahap perubahan bentuk telah ditentukan menjadi sebuah daur perubahan sel. Sebanyak 14 tahap perubahan sel telah diketahui pada beberapa spesies, dimana hanya terdapat 6 tahap yang diketahui pada manusia. Pada sapi, sebanyak 12 tahap perubahan telah dijelaskan. Tahap spermiogenesis digunakan untuk mengklasifikasikan beberapa tahap daur.
Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan sebuah daur ephitelium seminiferous bergantung pada masing-masing spesies. Lamanya waktu yang diperlukan adalah 9 hari pada babi, 10 hari pada kambing, 12 hari pada kuda, dan 14 hari pada sapi. Perjalanan spermatozoa melewati epididimis tergantung pada tempat kontraksi dinding saluran. Spermatozoa diangkut melalui epididimis dalam waktu kira-kira 7 hari pada sapi.
Waktu transit sperma mungkin berkurang 10-20% seiring meningkatnya frekuensi ejakulasi. Bagian utama tempat penyimpanan sperma pada organ reproduksi jantan berada pada ekor epididimis, dimana ekor epididimis mengandung 70% dari jumlah total spermatozoa, sebaliknya vas deferens hanya mengandung 2%
                                                    
1.2 TUJUAN PENULISAN
1.2.1   Agar  mahasiswa  dapat mengetahui pengertian dari spermatogenesis pada mamalia.
1.2.2   Agar  mahasiswa  dapat mengetahui proses spermatogenesis pada mamalia.
1.2.3   Agar  mahasiswa  dapat mengetahui tahap-tahap spermatogenesis pada mamalia.
1.2.4   Agar  mahasiswa  dapat mengetahui struktur sperma pada mamalia.
1.2.5   Agar  mahasiswa  dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi spermatogenesis pada mamalia.

1.3 MANFAAT PENULISAN
1.3.1 Mahasiswa dapat mengetahui pengertian  dari spermatogenesis pada    mamalia
1.3.2   Mahasiswa dapat mengetahui proses spermatogenesis pada mamalia.
1.3.3   Mahasiswa dapat mengetahui tahap-tahap spermatogenesis pada mamalia.
1.3.4   Mahasiswa dapat mengetahui struktur sperma pada mamalia.
1.3.5    Mahasiswa dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi spermatogenesis pada mamalia.



























BAB II
MATERI DAN METODE

2.1 Teknik Pngumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang diupayakan yaitu untuk memperoleh hasil karya tulis yang maksimal melaui penelusuran artikel ilmiah, jurnal, text book dan berbagai referensi terkait untuk menunjang materi dari karya tulis ini.
2.2 Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data yang digunakan adalah mentabulasi data, memilah-milah data menjadi data yang siap disajikan dan kemudian di analisis sesuai dengan kebutuhan.
2.3 Capaian Yang Diharapkan
            Sebagai mahasiswa kami berharap melalui pembuatan karya tulis ini dapat memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai Spermatogenesis pada Mamalia dan dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya.











BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Pengertian Spermatogenesis
Spermatogenesis adalah proses pembentukan dan pemasakan spermatozoa. Peralihan dari bakal sel kelamin yang aktif membelah ke sperma yang masak serta mengalami berbagai macam perubahan struktur yang berlangsung secara berurutan. Spermatogenesis berlangsung pada tubulus seminiferus. Dinding tubulus seminiferus terdiri dari jaringan epitel dan jaringan ikat, pada jaringan epithelium terdapat sel–sel spermatogonia dan sel sertoli yang berfungsi memberi nutrisi pada spermatozoa. Selain itu pada tubulus seminiferus terdapat pula sel leydig yang mensekresikan hormone testosterone yang berperan pada proses spermatogenesis.
Menurut O’day (2002), spermatogenesis adalah proses perkembangan dari sel germinatif yaitu sel spermatogonia menjadi spermatozoa. Proses spermatogenesis yng terjadi di dalam testis tepatnya di dalam tubuli seminiferi ini dibagi ke dalam tiga fase: (1) spermatositogenesis, yaitu proses perubahan spermatogonia menjadi spermatosit, (2) meiosis, tahap masak dari spermatosit yang menghasilkan spermatid dengan jumlah kromosom yang berkurang (haploid), dan (3) spermiogenesis, proses perubahan spermatid menjadi spermatozoa (Dellman & Brown 1976; Ownby 1999).
Proses spermatogenesis terjadi secara berkesinambungan dan terus menerus. Tahapan spermatogenesis ini dapat teridentifikasi secara mikroskopis. Beberapa penelitian menggolongkan tahapan spermatogenesis secara morfologis pada manusia dan beberapa spesies hewan (Kerr & Kretser 1988), misalnya pada manusia terdiri dari 6 tahap, pada kera 12 tahap, tikus 14 tahap, dan babi 8 tahap.
Secara umum proses spermatogenesis sama pada semua hewan mamalia (Sharpe 1994). Tahapan spermatogenesis dapat dibedakan berdasarkan, ciri khas dari perkembangan spermatogonia dan aspek morfologi dari sel germinatif setiap tahap spermatogenesis. Selain itu, kriteria utama untuk membedakan tahapan spermatogenesis terletak pada karekteristik morfologi spermatid, letak inti dan sistem akrosomik (Russel et al. 1990).
Spermatogenesis mencakup pematangan sel epitel germinal melalui proses pembelahan dan diferensiasi sel, yang bertujuan untuk membentuk sperma fungsional. Pematangan sel terjadi di tubulus seminiferus yang kemudian disimpan di epididimis. Dinding tubulus seminiferus tersusun dari jaringan ikat dan jaringan epitelium germinal (jaringan epitelium benih) yang berfungsi pada saat spermatogenesis. Pintalan-pintalan tubulus seminiferus terdapat di dalam ruang-ruang testis (lobulus testis). Satu testis umumnya mengandung sekitar 250 lobulus testis. Tubulus seminiferus terdiri dari sejumlah besar sel epitel germinal (sel epitel benih) yang disebut spermatogonia. Spermatogonia terletak di antara   dua sampai tiga lapisan luar sel-sel epitel tubulus seminiferus. Spermatogonia terus-menerus membelah untuk memperbanyak diri, sebagian dari spermatogonia berdiferensiasi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu untuk membentuk sperma.
Spermatogenesis adalah suatu siklus yang teratur dimana spermatogonia diploid akan berkembang menjadi spermatozoa haploid dewasa. Proses ini terdiri atas tahapan-tahapan yang berbeda (Leblond & Clermont 1952). Menurut Franca et al. (1999), untuk mengetahui tahapan siklus epitel seminiferus dapat dilihat dari keadaan tubuli seminiferi antara lain melalui ukuran inti spermatid, kehadiran pembelahan meiosis dan komposisi epitel seminiferus secara keseluruhan.

Tabel 1. Kinetik Spermatogenesis
Sumber : Anonim,gametogenesis.2014
3.2. Proses Spermatogenesis
Proses Pembentukan Spermatozoa (Spermatogenesis)- Spermatogenesis merupakan proses pembentukan dan pematangan spermatozoa (sel benih pria). Spermatogenesis dimulai dengan pertumbuhan spermatogonium menjadi sel yang lebih besar disebut spermatosit primer. Sel-sel ini membelah secara mitosis menjadi dua spermatosit sekunder yang sama besar, kemudian mengalami pembelahan meiosis menjadi empat spermatid yang sama besar. Spermatid adalah sebuah sel bundar dengan sejumlah besar protoplasma dan merupakan gamet dewasa dengan sejumlah kromosom haploid. Proses ini berlangsung dalam testis (buah zakar) dan lamanya sekitar 72 hari. Proses spermatogenesis sangat bergantung pada mekanisme hormonal tubuh.
Spermatozoa ( sperma) yang normal memiliki kepala dan ekor, di mana kepala mengandung materi genetik DNA, dan ekor yang merupakan alat pergerakan sperma. Sperma yang matang memiliki kepala dengan bentuk lonjong dan datar serta memiliki ekor bergelombang yang berguna mendorong sperma memasuki air mani. Kepala sperma mengandung inti yang memiliki kromosom dan juga memiliki struktur yang disebut akrosom. Akrosom mampu menembus lapisan jelly yang mengelilingi telur dan membuahinya bila perlu. Sperma diproduksi oleh organ yang bernama testis dalam kantung zakar. Hal ini menyebabkan testis terasa lebih dingin dibandingkan anggota tubuh lainnya. Pembentukan sperma berjalan lambat pada suhu normal, tapi terus-menerus terjadi pada suhu yang lebih rendah dalam kantung zakar.
Pada tubulus seminiferus testis terdapat sel-sel induk spermatozoa atau spermatogonium. Selain itu juga terdapat sel Sertoli yang berfungsi memberi makan spermatozoa juga sel Leydig yang terdapat di antara tubulus seminiferus. Sel Leydig berfungsi menghasilkan testosteron.
Spermatogonium berkembang menjadi sel spermatosit primer. Sel spermatosit primer bermiosis menghasilkan spermatosit sekunder. Spermatosit sekunder membelah lagi menghasilkan spermatid. Spermatid berdeferensiasi menjadi spermatozoa masak. Bila spermatogenesis sudah selesai, maka ABP (Androgen Binding Protein) testosteron tidak diperlukan lagi, sel Sertoli akan menghasilkan hormon inhibin untuk memberi umpan balik kepada hiposis agar menghentikan sekresi FSH dan LH.
Kemudian spermatozoa akan keluar melalui uretra bersama-sama dengan cairan yang dihasilkan oleh kelenjar vesikula seminalis, kelenjar prostat, dan kelenjar Cowper. Spermatozoa bersama cairan dari kelenjar-kelenjar tersebut dikenal sebagai semen atau air mani. Pada waktu ejakulasi, seorang laki-laki dapat mengeluarkan 300 – 400 juta sel spermatozoa. Pada laki-laki, spermatogenesis terjadi seumur hidup dan pelepasan spermatozoa dapat terjadi setiap saat.
Pada akhir proses, terjadi pertumbuhan dan perkembangan atau diferensiasi yang rumit, tetapi bukan pembelahan sel, yaitu mengubah spermatid menjadi sperma yang fungsional. Nukleus mengecil dan menjadi kepala sperma, sedangkan sebagian besar sitoplasma dibuang. Sperma ini mengandung enzim yang memegang peranan dalam menembus membran sel telur.
Spermatogenesis terjadi secara diklik di semua bagian tubulus seminiferus. Di setiap satu bagian tubulus, berbagai tahapan tersebut berlangsung secara berurutan. Pada bagian tubulus yang berdekatan, sel cenderung berada dalam satu tahapan lebih maju atau lebih dini. Pada manusia, perkembangan spermatogonium menjadi sperma matang membutuhkan waktu 16 hari. Spermatogenesis dipengaruhi oleh hormon gonadotropin, Follicle Stimulating Hormone (FSH), Luteinizing hormone (LH), dan hormon testosteron.
Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa sperma diproduksi oleh tubulus seminiferus. Hal yang mengagumkan dari kerja tubulus seminiferus ini adalah mampu memproduksi sperma setiap hari sekitar 100 juta spermatozoa. Jumlah yang normal spermatozoa berkisar antara 35 – 200 juta, tetapi mungkin pada seseorang hanya memproduksi kurang dari 20 juta, maka orang tersebut dapat dikatakan kurang subur. Biasanya faktor usia sangat berpengaruh terhadap produksi sperma. Seorang laki-laki yang berusia lebih dari 55 tahun produksi spermanya berangsur-angsur menurun. Pada usia di atas 90 tahun, seseorang akan kehilangan tingkat kesuburan.
Selain usia, faktor lain yang mengurangi kesuburan adalah frekuensi melakukan hubungan kelamin. Seseorang yang sering melakukan hubungan kelamin akan berkurang kesuburannya. Hal ini disebabkan karena sperma belum sempat dewasa sehingga tidak dapat membuahi sel telur. Berkebalikan dengan hal itu, apabila sperma tidak pernah dikeluarkan maka spermatozoa yang telah tua akan mati lalu diserap oleh tubuh.
3.3. Tahap-Tahap Spermatogenesis
Proses pembentukan sperma dipengaruhi oleh beberapa hormon yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis yaitu LH dan FSH. Fungsi LH (Luteinizing Hormone) adalah untuk merangsang sel leydig untuk menghasilkan hormon testosteron. Sedangkan fungsi FSH (Folicle Stimulating Hormone) adalah untuk merangsang sel sertoli untuk menghasilkan ABP (Androgen Binding Protein). Fungsi ABP adalah untuk memacu spermatogonium untuk memulai proses spermatogenesis. Berikut adalah 5 tahap pembentukan sperma :
1. Spermatositogenesis
Spermatositogenesis adalah pembentukan gametositogenesis yang memengaruhi pembentukan spermatosit yang mengandung setengah dari materi genetik. Dalam proses ini terjadi pembelahan spermatogonium hingga menjadi spermatid. Proses ini terdiri dari dua tahap yaitu mitosis dan meiosis. Mitosis adalah pembelahan spermatogonium sehingga menjadi spermatosit primer. Sedangkan meiosis adalah pembelahan spermatosit primer menjadi spermatid.
Setiap bagian sel pada spermatid belum sempurna. Sel-sel tersebut masih terhubung satu sama lain oleh jembatan sitoplasma supaya dapat berkembang. Tidak semua spermatogonia (spermatogonium) membelah menjadi spermatosit. Beberapa spermatogonia akan keluar dan membelah untuk memproduksi spermatogonia yang lain.
2. Spermatidogenesis
Spermatidogenesis adalah pembentukan spermatid (haploid) dari spermatosit sekunder melalui meiosis II.
3. Spermiogenesis
Spermiogenesis adalah peristiwa perubahan spermatid menjadi spermatozoa muda. Selama proses spermiogenesis, spermatid akan membentuk “ekor” dengan menumbuhkan mikrotubulus pada salah satu sentriol. “Ekor” tersebut akan berubah menjadi aksonema. Bagian depan ekor (bagian tengah sperma. Disebut midpiece) tampak lebih tebal karena mitokondria terdapat dibagian sana untuk menghasilkan energi bagi sperma. DNA juga dimasukkan ke dalam spermatid hingga menjadi kental. Badan golgi mengelilingi nukleus dan menjadi akrosom.
4. Maturasi
Proses maturasi (pematangan) dipengaruhi oleh testosteron. Dalam maturasi, sitoplasma dan beberapa organel yang tidak berguna dihilangkan. Sitoplasma yang telah menjadi resido mengalami fagositosis oleh sel sertoli di dalam testis. Hasilnya, spermatozoa menjadi dewasa namun belum matang. Spermatozoa dewasa dikeluarkan dari sel sertoli yang sangat steril menunju tubulus seminiferus.
5. Spermiasi
Spermiasi adalah proses pelepasan spermatozoa dewasa dari sel sertoli menuju lumen tubulus seminiferus dan selanjutnya menuju epididimis. Spermatozoa dewasa belum memiliki kemampuan bergerak sendiri (non-motil) sehingga pergerakan menuju epididimis harus dibantu dengan cairan testikuler hasil sekresi sel sertoli dan gerakan peristaltik dari otot peritubuler yang terdapat di tubulus seminiferus.
Di epididimis, tahap maturasi kembali berlanjut. Ketika di epididimis, terjadi proses pematangan spermatozoa. Spermatozoa juga menjadi motil sehingga dapat bergerak sendiri melalui “ekor”nya. Hasilnya spermatozoa menjadi sperma matang dan siap digunakan dalam proses fertilisasi.
Gambar. Spermatogenesis





3. 4    Struktur dan Jalur Sperma Matang
a. Struktur sperma matang terdiri dari:
1. Kepala
Pada bagian ini sperma mengandung suatu lapisan tipis sitoplasma dan sebuah inti berbentuk lonjong dan hampir mengisi seluruh bagian dari kepala sperma. Pada bagian belakang terdapat sentriol.  Serta bagian ini juga mempunyai inti sel yang mempunyai arti penting dalam masalah reproduksi. Pada bagian ini terdapat inti sel. Di bagian kepala ini terdapat 22 kromosom tubuh dan 1 kromosom kelamin yaitu kromosom Xatau Y, kromosom X untuk membentuk kelamin betina, sedangkan kromosom Y untuk membentuk kelamin jantan. Kromosom Y inilah nantinya yang akan menentukan jenis kelamin pada janin. Bagian kepala dilengkapi dengan acrosome yang memiliki enzim hydrolytic yang terdiri dari:
Ø  Hialuronidase merupakan enzim yang dapat melarutkan hialuronid pada korona radiata ovum, sehingga spermatozoon dapat menembus dan membuahi ovum. 
Ø  Sementara akrosin merupakan enzim protease yang dapat menghancurkan glikoprotein yang terdapat di zona pellusida ovum. 
2. Leher
Daerah ini merupakan bagian  penting yang  mengandung sentriol depan dan bagian depan filament poros. Leher yaitu untuk menghubungkan kepala dengan badan.
3.Badan
Bagian badan dari sperma mengandung filament poros mitokondria dan sentriol belakang berbentuk cincin, sehingga sering disebut bagian badan ini sebagai tenaga pusat sperma karena mitokondria memiliki enzim yang menggerakkan asam trikakboksilat dan transport elektron serta fosfolirasi oksidatif, yang menghasilkan energi dalam bentuk ATP.Bahan bakar dalam pembentukan energi ini adalah fruktosa.
4. Ekor
Ekor sperma memeiliki 2 bagian : bagian utama dan bagian ujung. Ekor ini mengandung banyak sekali filament poros/flagellum tetapi sedikit mengandung sitoplasma. Terdapat 2 sentriol terletak di bagian tengah dari fibril-fibril yang seperti silia tersebar dalam ekor dan dikelilingi oleh cincin yang terdiri dari 9 pasangan fibril perifer. Fibril ini berfungsi menimbulkan gerakan ekor sperma. Ekor berfungsi untuk mendorong spermatozoa masuk ke dalam vas deferen dan ductus ejakulotoris.

b.  Jalur Sperma
Berikut adalah penjelasan mengenai jalur sperma yang telah matang:
Dari testis kiri dan kanan, sperma bergerak ke dalam epididimis (suatu saluran berbentuk gulungan yang terletak di puncak testis menuju ke testis belakang bagian bawah) dan disimpan di dalam epididimis sampai saat terjadinya ejakulasi. Jadi epididimis ini agar sperma menjadi matang / mature sehingga siap bergerak ke vas deferens. Dari epididimis, sperma bergerak ke vas deferens dan duktus ejakulatorius. Di dalam duktus ejakulatorius, cairan yang dihasilkan oleh vesikula seminalis , kelenjar prostata dan bulbo uretra ditambahkan pada sperma sehinngga sperma dinamai dengan semen (benih), yang kemudian mengalir menuju ke uretra dan dikeluarkan ketika ejakulasi.


Gambar Struktur sperma
Gambar bentuk-bentuk sperma hewan


3.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Spermatogenesis
Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi spermatogenesis, yaitu :
1.      Suhu
Dalam pembentukan sperma, suhu yang paling efesien adalah 33,5oC (lebih rendah dari suhu tubuh). Jika terjadinya peningkatan suhu yang berlebihan di dalam testis bisa menyebabkan berkurangnya jumlah sperma, berkurangnya pergerakan sperma dan meningkatkan jumlah sperma yang abnormal.
2.      Varikokel
Varikokel merupakan varises (pelebaran vena) yang terjadi di dalam skrotum. Penyebab varikokel belum dapat dipastikan, namun dipercaya muncul akibat adanya kelainan pada pembuluh vena yang menyebabkan terjadinya penumpukan darah dan menimbulkan pembengkakan pada scrotum. Varikokel dapat mengurangi laju pembentukan sperma.
3.      Pemakaian obat-obatan (misalnya simetidin, spironolakton dan nitrofurantoin) dapat mempengaruhi jumlah sperma.
4.      Penyakit serius pada testis atau penyumbatan atau tidak adanya vas deferens (kiri dan kanan) bisa menyebabkan azospermia (tidak terbentuknya sperma).
5.      Faktor-faktor lain yang mempengaruhi spermatogenesis adalah hormon, umur, berat badan, kesehatan, makanan, iklim dan keturunan.

Dalam proses pembentukan sel gamet, hormon sangat diperlukan karena dengan adanya hormon semua proses akan berlangsung dengan baik, tetapi jika ada masalah dengan hormon, proses pembentukan spermatozoa akan terganggu. Berikut beberapa hormon yang berperan dalam proses pembentukan spermatozoa, yaitu :
1.      LH (Luteinizing Hormone)
LH (Luteinizing Hormone) merupakan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis anterior yang merangsang sel Leydig untuk menghasilkan hormon testosteron. Pada masa pubertas, androgen / testosteron memacu tumbuhnya sifat kelamin sekunder.
2.      FSH (Folicle Stimulating Hormone)
FSH (Folicle Stimulating Hormone) merupakan hormon merangsang sel Sertoli untuk menghasilkan ABP (Androgen Binding Protein) yang akan memacu spermatogonium untuk memulai proses spermatogenesis. Proses pemasakan spermatosit menjadi spermatozoa disebut spermiogenesis. Spermiogenesis terjadi di dalam epididimis dan membutuhkan waktu selama 2 hari.
3.      Hormon Testosteron
Hormon testosteron (androgen)  merupakan hormon yang dihasilkan oleh testis. Hormon ini berfungsi merangsang perkembangan organ seks primer pada saat embrio dan mendorong spermatogenesis. Hormon ini penting bagi tahap pembelahan sel-sel germinal untuk membentuk sperma, terutama pembelahan meiosis untuk membentuk spermatosit sekunder. Selain itu, testosteron bertanggung jawab terhadap pertumbuhan seks dan ciri kelamin sekunder. Produksinya dipengaruhi oleh FSH (Follicle Stimulating Hormone).

















DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2007. Developmental stages of spermatogenesis. http://images.google.co.id.
Anonim.2008. Struktur Sperma. http://biodea.blogspot.
Anonim.2012. Struktur Sperma. http://likebiology.blogspot.
Djuwita I, Boediono A, Mohamad K. 2000. Bahan Kuliah Embriologi. Laboratorium Embriologi. Bagian Anatomi. Fakultas kedokteran Hewan. Institut pertanian Bogor. Bogor.
O’Day DH. 2002. Formation of Male Sex Cells : Spermatogenesis. University of Toronto. Mississauga.
Partodiharjo, Soebadi. 1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta : Mutiara Sumber Widya.

Toelihere, Mozes R. 1977. Fisiologi Reproduksi Hewan Ternak. Bandung: Angkasa. 

Salisbury, G. W. dan Van Denmark, N. L. 1985. Fisiologi Reproduksi dan   Inseminasi  Buatan pada Sapi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sharpe RM. 1994. Regulation of spermatogenesis. In: Knobil, E. and Neil, J.D. (eds), The physiology of reproduction. Raven Press. New York. Pp: 1363–1434.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar