BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Sistem
pencernaan adalah penghancuran bahan makanan (mekanis/enzimatis, kimia dan
mikrobia) dari bentuk komplek (molekul besar) menjadi sederhana (bahan
penyusun) dalam saluran cerna. Tujuan dari pencernaan itu sendiri adalah untuk
mengubah bahan komplek menjadi sederhana. Dan kegunaanya adalah untuk
mempermudah penyerapan oleh vili usus. Saluran pencernaan merupakan saluran
yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh
dengan jalan proses pencernaan (pengunyahan, penelanan, dan pencampuran) dengan
enzim dan zat cair yang terbentang mulai dari mulut (oris) sampai anus. Pada
beberapa tempat, saluran pencernaan mengalami dilatasi serta berkelak-kelok.
Pada saluran pencernaan ada gerakan peristaltik yang menyebabkan makanan dapat
bergerak ke belakang, sebaliknya gerakan anti peristaltik dapat digambarkan
dengan peristiwa muntahnya pada hewan.
Dari saluran
pencernaan akan terbentuk sistem pencernaan yang terdiri dari organ-organ
pencernaan yang tergabung membentuk saluran pencernaan. Saluran pencernaan
tersebut terdiri dari rongga mulut (bibir, gigi, pipi, langit, gusi dan lidah),
Faring(tekak), Esofagus(kerongkongan), Ventrikulus(lambung), usus halus, usus
besar, rektum, anus. Selama dalam pankreas, pencernaan makanan dihancurkan
menjadi zat-zat yang sederhana yang hanya diserap dan digunakan oleh sel
jaringan tubuh. Berbagai perubahan sifat makanan terjadi karena kerja berbagai
enzim yang terkandung di dalam berbagai cairan pencernaan.
1.2 Perumusan masalah
1.2.1Apa pengertian dan
organ penyusun sistem pencernaan?
1.2.2 Bagaimana
struktur histologi rongga mulut ?
1.2.3 Bagaimana
struktur histologi faring dan esofagus?
1.2.4 Bagaimana
struktur histologi lambung, usus halus, dan usus besar ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian
dan organ penyusun sistem pencernaan.
1.3.2
Untuk mengetahui struktur histologi rongga mulut.
1.3.3
Untuk mengetahui struktur histologi faring dan esophagus.
1.3.4 Untuk mengetahui struktur
histologi lambung, usus halus, dan usus besar.
1.4 Manfaat
1.4.1
Mampu menjelaskan pengertian dan organ
penyusun sistem pencernaan.
1.4.2
Mampu mengidentifikasi struktur
histologi rongga mulut.
1.4.3
Mampu mengidentifikasi struktur
histologi faring dan esofagus.
1.4.4 Mampu mengidentifikasi struktur histologi
lambung, usus halus dan usus kasa
BAB
2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
dan Organ Penyusun Sistem Pencernaan
Sistem
pencernaan adalah penghancuran bahan makanan (mekanis/enzimatis, kimia dan
mikrobia) dari bentuk komplek (molekul besar) menjadi sederhana (bahan
penyusun) dalam saluran cerna. Sistem pencernaan terdiri atas saluran
pencernaan dan kelenjar-kelenjar yang berhubungan. Fungsi sistem pencernaan
adalah memperoleh metabolit-metabolit yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
energi yang diperlukan bagi tubuh dari makanan yang dimakan. Sebelum disimpan
atau digunakan sebagai energi, makanan dicernakan dan diubah menjadi
molekul-molekul kecil yang dapat dengan mudah diabsorpsi melalui dinding
saluran pencernaan. Saluran pencernaan dimulai dari bibir sampai dengan anus.
Pada beberapa tempat mengalami dilatasi serta menempuh arah yang berliku-liku.
Makanan dapat bergerak ke belakang karena adanya gerakan peristaltik, dan
gerakan anti peristaltik (muntah, memamah biak) (Suwiti,2017).
Gerakan ini
dimungkinkan karena adanya lapisan otot (tunica muscularis) pada dinding
saluran pencernaan. Tujuan dari pencernaan itu sendiri adalah untuk mengubah
bahan komplek menjadi sederhana. Dan kegunaanya adalah untuk mempermudah penyerapan
oleh vili usus. Sistem pencernaan terdiri atas
rongga mulut (di dalamnya terdapat gigi, lidah, dan kelenjar ludah), saluran
pencernaan (dimulai dari kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum,
dan anus), kelenjar pencernaan, hati, dan pankreas. Sistem pencernaan berfungsi
untuk mencerna makanan agar bisa diserap tubuh. Pada hewan bahan makanan
yang diubah menjadi energi melalui pencernaan adalah karbohidrat, lemak,
protein. Sedangkan yang langsung diserap berupa vitamin, mineral, hormon, air.
Hewan mempunyai 4 aktivitas makanan, yaitu : prehensi (mengambil makanan),
mastikasi (mengunyah), salivasi (mensekresikan air ludah), dan deglutisi
(menelan).
2.2 Struktur
Histologi Rongga Mulut
1. Rongga mulut
1.1 Bibir / Labia
Terdiri
dari susunan otot kerangka dibagian luar dibungkus oleh kulit dan dibagian
dalam selaput lendir kutan. Bagian luar / kulit ditandai dengan adanya rambut,
kelenjar palit, kelenjar peluh dan epidermis yang bertanduk. Bagian tengah
terdiri dari bagian otot kerangka. Bagian dalam berbatasan dengan rongga mulut
terdiri dari selaput lendir kutan yang pada sub mukosa terdapat kelenjar. Pada
domba, kambing dan karnivora kelenjar tersebut bersifat mukous. Integumentum
labialis memiliki ujung-ujung saraf disamping rambut peraba (tactile hairs).
Gambar
1: Histologi Bibir
1. Luar dibungkus kulit dgn lapisan epitel yang
berkeratinisasi.
2. Adanya rambut
3. Sub mukosa terdapat : kelenjar palit, peluh, otot skelet,
ujung saraf dan rambut peraba (Tactile hair)
4. Lapisan dalam: selaput lendir kutan.
5. Selaput lendir kutan domba, kambing, carnivora : bersifat
mukosa.
1.2 Gigi / Dentes
Gigi
mengambil peranan dalam proses pencernaan secara mekanik, misalnya memotong,
merobek, menggiling dan sebagainya. Bentuk gigi erat hubungannya dengan macam makanan
yang dimakan, bentuk gigi anjing dan kucing berbeda dengan gigi pemakan rumput
misalnya kuda, sapi (Suwiti,2017).
Gambar
2 : Struktur Histologi Gigi
Secara mikroskopis pada
gigi terdapat :
1. Lapis Email
(Substantia adamantina)
Lapisan ini berwarna
kebiruan padat dan paling keras dari bagian gigi lainnya. Lapisan luar ditutupi
oleh kutikula yang bersifat tahan pengaruh luar tetapi sedikit rapuh. Pada gigi
tipe brakhidon misalnya karnivora babi dan manusia, lapis email terbatas pada
daerah mahkota saja. Pada gigi tipe hipsodon seperti gigi kuda, lapis email
terdapat mulai dari mahkota sampai akar gigi bahkan mengelilingi
infundibulum gigi. Pada gigi graham lapis email membentuk lipatan-lipatan.
Ruminansia memiliki tipe gigi campuran, gigo pemotong tergolong brakhidon,
tetapi gigi graham bertipe hispodon.
2. Lapis dentin
(substansia eburnea)
Bagian utama gigi,
berwarna kekuningan dan langsung membungkus pulpa gigi. Bahan mirip dengan
tulang bahkan lebih keras. Bagian yang berbatasan dengan pulpa gigi terdapat
susunan sel-sel dengan penjuluran panjang menyusup kedalam bagian dentin yang
berkapur disebut edentoblas. Bagian yang berkapur ini mirip dengan
matriks tulang, yang
mengandung serabut kolagen tersusun paralel terhadap permukaan gigi pada
mahkota gigi. Jadi dentin mirip dengan tulang rawan yang terdapat kanalikuli
berupa buluh dentin (dentinal tubuluh). Dentin sangat peka terhadap pengaruh
makanan panas, dingin, asam dan sebagainya karena mengandung serabut saraf.
3. Lapis sementum
(substansia ossea)
Lapis sementum
membungkus akar gigi dan lapis email di daerah leher gigi. Yang merupakan
modifikasi tulang yang memiliki lamel-lamel. Letaknya sejajar terhadap permukaan gigi dan didalamnya
terdapat lakuna dna kanalikuli, tempat bagian sel dan penjulurannya. Serabut
kolagen berjalan tegak lurus terhadap permukaan gigi dan disebut serabut
sharpey.
4. Pulpa gigi
Berupa rongga pada
bagian dalam gigi yang diisi oleh jaringan ikat halus tanpa adanya serabut
elastis, tetapi banyak saraf dan pembuluh darah rambut. Serabut kolagen disini
ada dalam bentuk fibril terdapat diantara sel-sel yang saling berhubungan. Pada
bagian tepi terdapat leretan sel, ondontoblas, ditandai dengan inti yang
lonjong terletak di basal sitoplasmanya berbutir. Periosteum Alveolares terdiri
dari jaringan ikat yang mengisi rongga antara dinding alveolus dari rahang dan
akar gigi. Jaringan ini kuat tampak adanya serabut elastis. Serabut kolagen
menyebrang dari dinding alveolus ke lapis sementum, sebagai alat pertautan yang
cukup kokoh.
1.3 Pipi / Buccae
Pipi memiliki lapis
pokok, yakni :
- Lapis luar
(Intergumentum buccales) terdiri dari otot kerangka dan kelenjar (glandula
buccales), terletak pada sub mukosa bahkan diantara otot.
- Lapis
dalam, terdiri dari selaput lendir kutan. Pada anjing dan ruminansia
berpigmen. Pada ruminansia terdapat papil-papil makroskopik berupa
penonjolan selaput lendir yang berperan membantu pencernaan makanan.
1.4 Langit-Langit / Palatum
Ada
dua yaitu : palatum molle dan palatum durum. Palatum molle terdiri dari otot
kerangka di bagian tengahnya, bagian oral dibalut oleh selaput lendir kutan dan
bagian aboral oleh selaput lendir berkelenjar dengan epitel silindris banyak
baris bersilia.
Jaringan
limpoid terdapat pada kedua bagian. Pada kuda dan babi membentuk tonsil dan
terdapat sepasang seperti pada manusia. Sedangkan palatum durum menunjukkan
rigi-rigi, karena penebalan mukosa sub mukosa mengandung pleksus venosus.
Gambar 3 : Struktur Histologi Palatum Durum dan
Palatum Molle
1.5 Gusi / Ginggive
Gusi
memiliki selaput lendir kutan dengan jaringan ikat yang kuat, serta banyak
mengandung serabut elastis yang langsung melekat pada periost. Pada gusi tidak
terdapat kelenjar dan limfonodus. Epithel pipih banyak lapis memberikan
papil-papil dan memiliki stratum korneum, sednagkan ototnya terdiri dari otot
kerangka.
Gambar 4 : Struktur Histologi Ginggiva
1.6 Lidah / Linguae
Lidah
merupakan organ muskular yang ditutupi oleh membrana mukosa. Berperan dalam
prehensi, mastikasi, dan perasa. Terdiri dari epitel squamosum kompleks dan
otot kerangka dengan jaringan ikat penunjang yang banyak mengandung lemak dan
pada bagian tertentu terdapat kelenjar ebner.
Gambar 5 : Struktur Histologi Lidah
Pada lidah terdapat
empat macam papil (papillae linguales) yakni :
1. Papillae
filiformis
Berupa penonjolan
jaringan ikat dari lamina propria dengan epitel berkeratinosasi. Bentuk papil
tergantung pada jenis hewannya. Karnivora memiliki bentuk paling jelas seperti
kuku harimau. Bagian yang mengarah ke depan terdapat papil penunjang, yang
memanjang papil primer di belakangnya. Bentuk ini paling jelas terdapat pada
kucing.
Pada kuda keledai dan
babi, bentuk papil besar memanjang dan tunggal. Pada ruminansia papil
bercabang-cabang dengan epitel penutup berbentuk rambut, bertanduk, pendek.
Ciri khas papil ini tidak memiliki putik pengecap dan kelenjar pada sub mukosa.
Fungsi papil ini adalah mendorong makanan kedalam rongga mulut.
2. Papillae
fungiformis.
Bentuknya mirip jamur
dengan jaringan ikat mengandung pembuluh
darah dan saraf. Epitelnya non keratinisasi dan jarang mengandung putik
pengecap, terutama pada sapi dan kuda tetapi sering tampak pada domba, kambing,
babi dan karnifora.
3. Pappilae
circumvallate/ papillae vallatae
Bentuknya mirip
papillae filiformis tetapi lebih besar. Bersifat soliter dan memiliki alur
samping cukup dalam. Oleh karenanya sering disebut alur pengecap. Lamina
propria membentuk papil-papil mikroskopik dan banyak mengandung saraf
serta limfosit. Pada sub mukosa dan bahkan diantara otot lidah terdapat gugus
kelenjar sereus dengan saluran bermuara pada dasar alur pengecap. Kelenjar
lidah ini dikenal sebagai Von ebner. Papila ini umumnya memiliki putik pengecap
cukup banyak, tapi pada kucing sedikit, kecil dan terdapat pada dasar alur
pengecap.
4. Papillae
foliatae
Bentuknya seperti
daun
yang tersusun paralel dan diantaranya terdapat alur pengecap. Pada sub mukosa
dan diantara otot lidah terdapat banyak kelenjar sereus yang bermuara pada alur
pengecap. Pada kuda dan anjing kelenjar ebner ini snagat subur, pada kucing
rudimenter, pada ruminansia dan manusia tidak memiliki. Jadi dapat ditarik
kesimpulan bahwa semakin banyak putik pengecap pada papil semakin banyak pula
kelenjar terdapat pada sub mukosa. Dengan demikian semakin jelas peranan
kelenjar ebner dalam membantu putik pengecap pada proses mengecap makanan
2.3 Struktur
Histologi Faring dan Esophagus
2.3.1. Faring
Berupa rongga dimana tujuh saluran bermuara
kedalamnya. Secara histologik dibedakan atas nasofaring dan orofaring.
a. Nasofaring
Selaput lendirnya
adalah selaput lendir berkelenjar, dengan epitel silindris banyak baris
bersilia, dan diantaranya terdapat sel mangkok. Pada propria mukosa terebar
kelenjar seromukous dan jaringan limfoid. Ujung kelenjar seromukous lebih
banyak memiliki sel yang bersifat sereus.
Gambar 6: Struktur Histologi
Nasofaring
b. Orofaring
Selaput lendirnya adalah
selaput lendir kutan dengan banyak papil mikroskopik. Pada tunika propria
terdapat kelenjar mukous dan jaringan limfoid yang membentuk tonsil. Fascia bagian
dalam merupakan batas dengan selaput lendir yang terdiri dari serabut elastis.
Dibawahnya terdapat lapis otot kerangka yang tersusun secara memanjang dan
melintang. Fascia bagian luar terdiri dari serabut kolagen dengan sedikit
serabut elastis, dan langsung berbatasan dengan adventisia yang banyak
mengandung pembuluh darah, limfe, saraf, dan folikel getah bening.
Gambar 7 : Struktur Histologi Orofaring
2.3.2 Esofagus
Berupa saluran yang cukup panjang yang menghubungkan faring dengan lambung.
Terbagi atas tiga daerah antara lain : pars cervicis, pars thoracis, dan pars
abdominis. Esophagus memiliki lapis umum saluran pencernaan secara lengkap
yaitu:
a.
Tunika Mukosa
1.
Selaput lendir kutan membentuk
lipatan-lipatan memanjang. Epithel pipih banyak lapis pada herbivora bertanduk
tapi pada karnivora tidak.
2.
Tunika propria tidak tampak kelenjar dan
terdiri dari jaringan ikat yang banyak mengandung sel.
Uskularis mukosa, terdiri dari otot polos tersusun memanjang. Pada kuda,
ruminansia dan kucing lapis ini terpisah-pisah pada kira-kira setengah
esophagus bagian depan, sedangkan sisanya merupakan lapisan yang utuh
sebagaimana pada manusia. Pada anjing dan babi tidak tampak muskularis
mukosa pada bagian depan, hanya bagian dalam rongga perut memiliki lapis yang
utuh.
b.
Sub Mukosa
Terdiri
dari jaringan ikat longgar yang mengandung sel lemak, pembuluh darah, jaringan
limfoid dan kelenjar (glandula esophageae). Persebaran dari pada kelenjarnya
tergantung pada daerah dan jenis hewannya. Anjing memiliki kelenjar cukup jelas,
babi hanya jelas pada pertengahan esophagus, bagian belakang selebihnya sedikit
dan kecil-kecil. Kuda, ruminansia dna kucing tidak memiliki kelenjar kecuali
pada daerah peralihan faring dan esophagus.
c.
Tunika Muskularis
Terdiri
dari otot kerangka dan otot polos tergantung pada daerahnya. Sebagian besar
terdiri dari otot kerangka, kecuali daerah sepertiga bagian belakang terdiri
dari otot polos. Tunika muskularis membentuk lapis melingkar (dalam), dan
memanjang (luar) dan dipisah oleh jaringan ikat. Pada ruminansia dan anjing
seluruh esophagus terdiri dari otot kernagka bahkan pada ruminansia meluas
sampai sulcus reticuli dan rumen.
d. Tunika
Adventisis
Di
daerah leher esophagus dibalut oleh adventisia tetapi di daerah dada dan perut
dibalut oleh serosa.
Gambar 8 :
Struktur Histologi Esofagus
2.4
Struktur Histologi Lambung, Usus Halus dan Usus Kasar
2.4.1 Lambung
Dibedakan
atas 2 bagian yaitu lambung depan tanpa kelenjar dan lambung belakang / lambung
sejati dengan kelenjar. Dengan demikian terdapat lambung ganda misalnya pada
ruminansia. Lambung Depan (Proventriculus) memiliki 3 daerah :
1. Rumen (lambung
handuk)
2. Retikulum
(lambung jala)
3. Omasum (lambung
buku)
a.
Ciri khas lambung depan :
Berselaput lendir
kutan. Pada epitel pipih banyak lapis yang bertanduk terdapat
gelembung-gelembung, selanjutnya disebut sel gelembung (vesiculated cell).
Tidak terdapat kelenjar
pada mukosa maupun sub mukosa.
1. Rumen
Mukosa
membentuk penjuluran makroskopik berbentuk batang yang hampir sama tingginya.
Muskularis mukosa tidak tampak sehingga tunika propria berbatasan langsung
dengan sub mukosa. Pada sub mukosa terdapat banyak pembuluh darah dan saraf
tanpa adanya folikel getah bening. Sel gelembung terdapat pada stratum lucidum
yang sitoplasmanya sulit mengambil zat warna. Didalamnya terdapat asam lemak
dan pada sel-sel stratum corneum terdapat lipida dalam bentuk trigliserida. Tunika
muskularis terdiri atas 2 lapis : lapis dalam tersusun melingkar dan lapis luar
tersusun memanjang. Diantaranya terdapat jaringan ikat dengan ganglion otonom.
Subserosa agak tebal dan banyak mengandung sel lemak, pembuluh darah dan saraf.
Lapis paling luar terdiri dari serosa.
2.
Retikulum
Mukosa
membentuk penjuluran makroskopis yang memberikan aspek sebagai anyaman jala.
Bangun mikroskopis mukosa mirip dengan rumen, hanya pada penjuluran-penjuluran
tinggi tedapat otot polos sebagai kelanjutan dari muskularis mukosa esophagus. Muskularis
mukosa tidak ada.Tunika muskularis seperti pada rumen terdapat 2 lapis dengan
susunan yang berbeda, dan merupakan kelanjutan dari tunika muskularis
esophagus. Suleus reticuli (ventriculer groove) jelas terdapat pada hewan muda
yang masih menyusui, yang secara tofografis terdapat di daerah retikulum omasum
dan abomasum.
3. Omasum
Mukosa
membentuk penjuluran yang tinggi. Meskipun penjuluran satu dengan lainnya tidak
sama tingginya. Tidak terdapat folikel getah bening, tetapi muskularis mukosa
ada dan ikut naik mengikuti penjuluran sampai puncaknya. Pada penjuluran yang
tinggi otot polos dari tunika muskularis ikut naik dan pada puncak penjuluran
bersatu dengan muskularis mukosa. Pada penjuluran yang rendah hanya
muskularis mukosa yang baik dan menyebar membentuk balok otot polos. Pada
lantai omasum didapat lipatan mukosa yang pada kambing sering ditemukan kelenjar
bersifat mukous atau seromukous. Tunika muskularis ada 2 lapis : lapis luar
tipis dan lapis dalam lebih tebal.
b. Lambung
belakang / lambung sejati
Ciri khas :
1. Memiliki lapis umum
lengkap
2. Berselaput lendir,
berkelenjar dengan epithel silindris sebaris.
2.4.2 Usus
Secara umum usus
berperan sebagai :
- Tempat
terjadinya pencernaan akhir dengan bantuan enzyma dari usus dan pankreas
serta empedu dari hati.
- Tempat
penyerapan dari bahan-bahan yang telah dicerna yang diperlukan tubuh
misalnya karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin dan air.
- Melakukan /
membuang ampas-ampas pencernaan
a. Usus halus
(intestinum tenue)
Terdiri
dari : duodenum , jejunum, dan ileum. Ciri umum : berselaput lendir
berkelenjar yang membentuk vili untuk kelancaran penyerapan. Memiliki 3 macam
sel pada epitel permukaan yakni : sel penyerap, sel mangkok dan sel argentafin.
Memiliki lapis umum lengkap.
Secara mikroskopis
tunika mukosa memiliki 3 lapisan yakni :
- stratum villosum
merupakan lapisan yang terdiri dari villi tanpa kelenjar.
- Stratum
glandulare memiliki lapis tunika propria yang mengandung kelenjar Liberkhun.
- Stratum
subglandulare merupakan bagian tunika propria yang bebas kelenjar langsung
diatas muscularis mucosa. Pada karnivora dibedakan 2 strata yakni stratum
granulosum dan stratum compacticum.
Macam-macam sel pada
epitel permukaan usus halus :
1. Sel penyerap
(absortive cells)
Lamina
epiteliasis mukosa dikenal sebagai epitel penyerap pada usus halus. Bentuknya
silindris tinggi dan permukaan kutub bebasnya diperlengkapi dengan streated
(mikrovili) border. Pada sitoplasma dibawah streated border bebas
organoida dan para plasma lapisan ini disebut terminal web. Organoida sel
terdapat dibawah terminal web misalnya kitokhondria, agranular, endoplasmik retikulum.
Apparatus golgi terletak supra nuklear. Dalam sitoplasma daerah kutub basal
tersebar mitokhondria, granular RES dan ribosoma bebas.
2. Sel mangkok
(Goblet cells)
Tersebar
secara tidak teratur diantara sel penyerap dan melekat dengan juxtaluminal
junctional complex. Sel ini dianggap kelenjar uniselular, daerah kutub bebas
membesar karena menimbun butir musigen. Secara mikroskop elektron granular
endoplasma retikulum dan aparatus golgi cukup jelas, terdapat antara musigen
dan inti. Butir musigen muncul dari apparatus golgi dan memiliki selaput halus
yang mudah pecah pada sediaan rutin, mempunyai tendensi untuk menggembung
sehingga sulit untuk mempelajari mekanisme sekresinya. Pada usus halus sel
mangkok semakin kebelakang semakin banyak dan menghasilkan mukous (lendir
sebagai pelicin).
3. Sel Argentafin
Terdapat
pada semua hewan piara pada sepanjang saluran gastrointestinal, khususnya pada
epitel kelenjar lieberkuhn dan kelenjar duodenum. Juga tersebar pada epitel
penyerap di daerah Crypto of Lieberkhum, sel argentafin dibedakan dari sel
lainnya karena memiliki spesifik granula dalam sitoplasmanya dan tersebar
secara soliter. Fungsi : belum jelas tetapi terdapat anggapan bahwa serotonin
yang dikandungnya memiliki daya rangsang neuromuskular apparatus untuk meningkatkan
peristaltik.
4. Sel Paneth
Pada
usus halus paneth tersebar pada dasar ujung kelenjar lieberkhum selnya
berbentuk silindris atau piramidal inti bulat terletak di basal. Sitoplasmanya
bersifat basofil dan pada kutub bebasnya berkumpul butir-butir sekreta yang
dapat diwarnai dengan eosin dan orange.
Secara histokimia
dibuktikan adanya protein, hidrat arang dan arginin dalam butir sekreta.
Peranannya belum jelas, pada tikus sekreta mengandung sulfatid mucosakharida
dan protein dasar yang diduga mengandung lisosim suatu ensym yang menghancurkan
kuman. Bila pendapat ini benar jelas adanya efek bakterisid dari sel paneth.
Selain pada usus halus sel paneth terdapat pada usus halus dan caecum.
Carnivora dan babi tidak memiliki sel paneth ( Suwiti,2017)
·
Villi Usus (Villi Intetinales)
Vili merupakan
penjuluran selaput lendir yang menjorok kedalam lumen usus halus. Villi
berfungsi untuk memperluas permukaan penyerapan, sedangkan mekanisme penyerapan
dilakukan oleh sel-sel penyerap. Pada tiap villus terdapat 3 unsur yaitu
pembuluh limfe (pembuluh khil), pembuluh darah dan saraf. Tunika propria banyak
mengandung serabut elastis, leukosit dan otot polos yang bersifat soliter.
Resorbsi lemak ditampung dalam pembuluh khil dan sisanya dalam pembuluh darah
Villi hanya terdapat
pada usus halus.
- Tunika
muskularis
Pada sepanjang saluran
gastrointestinal yang melakukan gerakan peristaltik, memiliki dua lapis otot
polos yakni lapis sirkuler dan longitudinal. Diantara kedua lapis terdapat
jaringan ikat yang mengandung pembuluh daerah misenterik pleksus dengan
kelompok sel saraf multipolar. Kelompok yang besar disebut ganglion pleksus
Auerbach terletak pada stratum intermuskulare. Dari sini keluar cabang yang
berhubungan dengan ganglion pleksus Meisner yang terdapat pada submukosa.
Pleksus Auerbach memberikan serabut menuju otot polos yang membentuk
tunika muskularis, sedangkan pleksus Meisner memberikan cabang pada selaput
lendir. Saluran gastrointestinal dipengaruhi oleh susunan saraf otonom yang
terdiri dari kelompok parasimphatikus.
Usus halus yang terdiri
dari : Duodenum, Jejunum dan Ileum ditandai dengan adanya villi, sedangkan pada
usus kasar tidak ada villi. Duodenum memiliki kelenjar Brunner dan Ileum
memiliki daun peyer disamping tunika muskularis yang lebih tebal. Umumnya tebal
tunika muskularis meningkat dalam menuju ileum, kecuali pada sapi yang semakin
menipis.
Gambar 9: Struktur
Histologi a. Ilium b.rectum c. Jejunum
Dalam usus halus,
proses pencernaan diselesaikan dan hasil-hasilnya diabsorpsi. Pencernaan lipida
terjadi sebagai akibat kerja lipase pankreas dan empedu. Asam-asam amino dan
monosakarida yang erasal dari pencernaan protein dan karbohidrat diabsorpsi
oleh sel-sel epitel melalui transport aktif tanpa korelasi morfologis yang
dapat dilihat. Pada binatang yang baru lahir pemindahan protein yang tidak
dicernakan dari kolostrum terjadi sebagai akibat proses pinositosis pada ujung
sel. Kemampuan untuk memindahkan protein ini hampir hilang seluruhnya setelah
beberapa hari minimal pada dewasa.
Pergerakan mikrovilli memegang peranan penting dalam
proses absorpsi metabolit. Sering kali limfosit terdapat antara sel-sel epitel
usus halus yang kemudian dapat bermigrasi kembali ke lamina propria dan dari
sini kembali ke pembuluh limfe.
b. Usus Kasar (Intestinum crassum)
Fungsi utamanya adalah : menyerap air, menyerap
vitamin dan mineral, menghasilkan lendir sebagai pelicin. Ciri umum memiliki
lapisan umum lengkap Tunika mukosa relatif lebih tebal dari usus halus serta
tidak memiliki villi. Tidak memiliki sel mangkok dan ujung kelenjar lieberkhum
lebih lurus dan panjang.
1. Caecum
Bervariasi dalam ukuran diantara spesies yang berbeda.
Pada herbivora dengan lambung tunggal misalnya kuda, caecum relatif besar dan
penting dalam proses fermentasi bakteri. Tetapi pada karnivora kecil, hewan
peliharaan, nodulus limfatikus terdapat sepanjang caecum, sedangkan pada
anjing, babi dan ruminansia jaringan limfoid terbatas hanya pada ileo caecal.
Pada caecum tidak ditemukan villi, struktur yang lain sama dengan usus halus.
2. Colon
Tunika mukosanya tebal karena penambahan dari
glandula intestinalis dibandingkan dengan usus halus. Tidak terdapat villi
permukaan mukosa halus. Ditandai dengan penambahan sel goblet. Pada sub mukosa
ditemukan jaringan limfoid sampai dengan ke lapisan muskularis mukosa. Pada
caecum dan colon lebih banyak dijumpai serabut elastis dibandingkan dengan
sel-sel otot polos.
Gambar
10. Struktur Histologi Colon
3. Rectum
Seperti juga colon dan caecum permukaan mukosa
rectum halus dan cenderung terjadi penambahan sel goblet. Serabut elastis sangat
banyak pada kuda dan sapi, dan pada kambing domba dan biri-biri sedikit
berkurang. Permukaan luar dan dalam mengandung serabut elastis. Semua hewan
piara memiliki flexus venosus pada lamina propria.
4. Anus
Di daerah anus epitel berubah menjadi epitel pipih
banyak lapis dengan papil mikroskopik dan pada garid anorektual berubah menjadi
silindris sebaris. Pada babi dan karnivora daerah ini membentuk zona kolumnaris
ani yang mengandung jaringan limfoid secara difuns secara flexus venosus.
Lamina propria tidak menunjukkan papil mikroskopis
tetapi memiliki jaringan limfoid dengan limfonodulus dan otot polos.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
System
pencernaan terdiri atas saluran pencernaan dan berbagai kelenjar pencernaan
yang dapat membantu proses pencernaan sehingga menghasilkan metabolit.
Salurannya dimulai dari mulut, faring, esophagus, lambung,usus halus dan usus
kasar.
3.2 Saran
Diharapkan
agar para pembaca khususnya mahasiswa Kedokteran Hewan dapat lebih mengetahui
dan memahami
DAFTAR PUSTAKA
Suwiti,2017. Sistem Pencernaan
Anonimous, 2015.
Sistem Pencernaan Hewan Ruminansia.www.ebiologi.com
Anonimous,2014. Sistem Pencernaan Hewan Ruminansia.www.pintarbiologi.com
Anonimous,2015. Sistem Pencernaan Makanan pada Hewan. anauhibubiologi.weebly.com
Anni Nurliani
dkk, 2014. Jurnal Veteriner Juni 2014. Residu
Gula Glikokonjugat pada Lambung Depan Kerbau Rawa (Bubalus bubalis) Kalimantan
Selatan.
Zainuddin dkk.
Jurnal Medika Veterinaria. Gambaran
Histologi Kelenjar Intenstinal Pada Duodenum Ayam Kampung (Gallus domesticus),
Merpati (Columba domesticus) dan Bebek (Anser anser domesticus)
Suwiti dkk,
2010. Jurnal Buletin Veteriner Agustus 2010 .Studi
Histologi Usus Besar Sapi Bali.